Sejarah berulang. Manusia mati, maka ada pula yang lahir. Pemimpin otoriter bisa saja membunuh untuk terus duduk di tampuk kekuasaan, tetapi ada masanya dia terjungkal, jatuh, jadi bahan cercaan dan kemudian dikubur. Begitu juga dengan generasi musik, terus berulang meski selalu nuansa baru sesuai dengan perkembangan jaman.
Di era pertengahan 1970an, muncul genre punk rock di Inggris, AS dan Australia. Generasi 'pemberontak' jalur rock yang ketika itu mulai 'heavy', tercetus dan menuai respon positif dan negatif. Positif karena punk membawa spirit do it yourself (lakukan sendiri). Negatif, band punk kerap bertingkah sesukanya. Tengok saja jalan hidup pembetot bass Sex Pistols, Sid Vicious. Bukan hanya Sex Pistols yang populer, tetapi juga Ramones dan The Clash.
Waktu terus berdetak, jaman boleh berubah, spirit punk tetap ada hingga kini. Hanya saja, namanya jadi pop-punk. Meski lebih bising, permainan musik band pop-punk tak lagi 'semena-mena' ada melodi pop (melalui kocokan ritem gitar) di dalamnya, sehingga sub-genre ini disebut sebagai pop-punk. Siapa biang keladinya?
Green Day bisa ditunjuk. Ketika sub-genre alternatif (grunge) mulai membosankan, Green Day dengan album Dookie di tahun 1994, seperti memberi membawa angin segar. Siapa yang tidak bersemangat mendengarkan Basket Case, belum lagi Longview dan yang digemari remaja putri ketika itu, When I Came Around.
Ritem gitar rapat plus betotan ketat memang menghadirkan nuansa monoton, tetapi di tangan Green Day jadi enak didengar. Ketika itu, pop-punk belum dikenal, sehingga Green Day dikategorikan sebagai band alternatif. Dookie meraih penghargaan Grammy sebagai album terbaik kategori musik alternatif.
Setelah itu muncul album Smash dari band indie, Offspring. Hasilnya? Meledak! Come Out and Play, Self Esteem dan Gotta Get Away yang kerap diputar MTV, ngehits berat. Kedua album itu terjual puluhan juta keping. Selesai? Belum.
Green Day kembali menggebrak dengan Nimrod, sedangkan Offspring memberikan kejutan melalui Americana. Meski ska-punk sempat mencuri perhatian, pop-punk melaju berkat kehadiran band lain macam Blink-182, Sum 41 dan masuk era 2000an, bermunculan nama lain macam New Found Glory, Good Charlotte, My Chemical Romance, Simple Plan, Avril Lavigne, Bowling for Soup, Busted dan lainnya. Belakangan, daftar nama semakin bertambah dengan kehadiran Panic At The Disco, Fall Out Boy, All-American Reject dan Paramore.
Terus bermunculannya band pop-punk, mengakibatkan aliran musik rock yang satu ini tetap dicintai. Selain musiknya sangat pas menemani aktivitas kawula muda seperti main skateboard dan surfing, mendengarkan pop-punk bisa dilakukan sambil lalu. Akibatnya, tak perlu ribet memahami lirik yang diantarkan. Toh, sifat dasar rock, perihal lirik tak jauh dari kekecewaan dan kemarahan.
Simple Plan, Pop-punk yang Gemar ke Indonesia
Ketimbang band pop-punk lainnya, Simple Plan boleh dikata paling gemar ke Indonesia. Band yang angkat berkat debut album No Pad, No Helmet…Just Balls (2002) itu, telah dua kali manggung di depan penggemarnya di Jakarta. Bahkan, Pierre Bouvier, sang vokalis menyatakan akan kembali menggoyang Indonesia.
Lima pria Kanada berdarah Perancis ini, telah mengemas tiga album. Dua lainnya adalah Still Not Getting Any...(2004) dan Simple Plan (2008). Album kedua paling meledak dengan hits paling ngetop Shut Up!, diikuti Untitled, Welcome to My Life, Crazy, dan Perfect World.
Lagu-lagu itu termasuk yang dibawakan Bouvier bareng lead gitar Jeff Stinco yang kini plontos, Chuck Comeau (drum), Sebastien Lefebvre (ritem gitar) dan David Desrosiers (bass) ketika manggung sebagai band utama di hari pertama Jakarta Jamming yang digelar Java Musikindo pada Kamis (31/07). Lagu lainnya yang turut dibawakan I'd Do Anything, Addicted, Perfect dari album pertama dan tentunya hits dari album ketiga: When I'm Gone, Your Love Is a Lie, dan Save You.
Bouvier yang tampak makin gembul terus bergerak ketika bernyanyi. Loncat sana-sini serta tak lupa mengucapkan, “Terima kasih,” setiap selesai bernyanyi. Simple Plan tetap semangat, meski penampilannya kemarin tidak disaksikan sebanyak penonton pada konser pertama mereka di Jakarta pada 2005. o
Album Pop-Punk Wajib Dengar
Bagi penggemar musik cadas, sub-genre rock tentu bukanlah persoalan. Apapun jenis musik yang dimainkan, selama masih di pelataran rock, tentu layak disimak. Nah, pop-punk sebagai sub-genre rock telah menghasilkan sejumlah album yang terkategori ‘paten’. Karena itu wajib dengar karena tidak hanya memang mengasyikkan tetapi juga ke depan patut dimasukkan ke dalam ‘kotak legenda’.
Dookie (Green Day)
Butuh tiga album bagi Green Day untuk mendunia. Ya, Dookie (1994) merupakan album ketiga. Adalah Rob Cavallo, produser yang mendengarkan demo album Green Day di tape mobilnya dan langsung tertarik. Berkat Cavallo pula, Green Day beroleh kontrak major label, yakni dengan Reprise Records.
Cavallo langsung duduk sebagai produser yang mengarahkan Billie Joe Armstrong (gitar/vocal), Mike Dirnt (bass) dan Tre Cool (drum). Maka lahirlah hits, Longview, Basket Case, She, When I Came Around dan Welcome to Paradise.
Dookie menjadi album pop-punk terlaris hingga saat ini. Terjual sebanyak 65 juta keeping di seluruh dunia. Kalau sudah begitu, tak perlu diragukan lagi kan. Dookie pula yang menjadi fondasi album pop-punk yang maak bermunculan di awal 2000an.
Smash (The Offspring)
Come Out and Play kerap dinyanyikan banyak orang ketika album ini muncul di tahun 1994. Dengan gaya cuek khas band punk, Offspring melejit dari band sekolahan masuk ke jalur mainstream.
Tak hanya lagu itu yang jadi hits album Smash, karena masih ada Self Esteem dan Gotta Get Away. Dan jangan lupa dilupakan Something to Believe In dan So Alone. Inilah album Offspring paling ‘pure’ dibandingkan lainnya. Gitaran Noodles belum dicekoki tambahan macam-macam.
American Idiot (Green Day)
Green Day memang paling pas disebut sebagai ‘mbah’-nya pop-punk. Masih dengan produser Rob Cavallo, Billie Joe dan kawan-kawan coba melebarkan musikalitas mereka dan hasilnya mantap punya: American Idiot (2004). Selisih 10 tahun dengan Dookie, sungguh menghasilkan karya monumental di tengah kemiripan musik pop-punk.
Satu lagu dan lainnya yang berhubungan, membuat album ini tak ubahnya rock opera. Seperti karya monumental yang pernah dilahirkan The Who dengan album Tommy. American Idiot diganjar penghargaan Grammy sebagai album terbaik dan tembang Boulevard of Broken Dreams sebagai rekaman terbaik.
Sumber : http://kikisudrajat.blogspot.com
Di era pertengahan 1970an, muncul genre punk rock di Inggris, AS dan Australia. Generasi 'pemberontak' jalur rock yang ketika itu mulai 'heavy', tercetus dan menuai respon positif dan negatif. Positif karena punk membawa spirit do it yourself (lakukan sendiri). Negatif, band punk kerap bertingkah sesukanya. Tengok saja jalan hidup pembetot bass Sex Pistols, Sid Vicious. Bukan hanya Sex Pistols yang populer, tetapi juga Ramones dan The Clash.
Waktu terus berdetak, jaman boleh berubah, spirit punk tetap ada hingga kini. Hanya saja, namanya jadi pop-punk. Meski lebih bising, permainan musik band pop-punk tak lagi 'semena-mena' ada melodi pop (melalui kocokan ritem gitar) di dalamnya, sehingga sub-genre ini disebut sebagai pop-punk. Siapa biang keladinya?
Green Day bisa ditunjuk. Ketika sub-genre alternatif (grunge) mulai membosankan, Green Day dengan album Dookie di tahun 1994, seperti memberi membawa angin segar. Siapa yang tidak bersemangat mendengarkan Basket Case, belum lagi Longview dan yang digemari remaja putri ketika itu, When I Came Around.
Ritem gitar rapat plus betotan ketat memang menghadirkan nuansa monoton, tetapi di tangan Green Day jadi enak didengar. Ketika itu, pop-punk belum dikenal, sehingga Green Day dikategorikan sebagai band alternatif. Dookie meraih penghargaan Grammy sebagai album terbaik kategori musik alternatif.
Setelah itu muncul album Smash dari band indie, Offspring. Hasilnya? Meledak! Come Out and Play, Self Esteem dan Gotta Get Away yang kerap diputar MTV, ngehits berat. Kedua album itu terjual puluhan juta keping. Selesai? Belum.
Green Day kembali menggebrak dengan Nimrod, sedangkan Offspring memberikan kejutan melalui Americana. Meski ska-punk sempat mencuri perhatian, pop-punk melaju berkat kehadiran band lain macam Blink-182, Sum 41 dan masuk era 2000an, bermunculan nama lain macam New Found Glory, Good Charlotte, My Chemical Romance, Simple Plan, Avril Lavigne, Bowling for Soup, Busted dan lainnya. Belakangan, daftar nama semakin bertambah dengan kehadiran Panic At The Disco, Fall Out Boy, All-American Reject dan Paramore.
Terus bermunculannya band pop-punk, mengakibatkan aliran musik rock yang satu ini tetap dicintai. Selain musiknya sangat pas menemani aktivitas kawula muda seperti main skateboard dan surfing, mendengarkan pop-punk bisa dilakukan sambil lalu. Akibatnya, tak perlu ribet memahami lirik yang diantarkan. Toh, sifat dasar rock, perihal lirik tak jauh dari kekecewaan dan kemarahan.
Simple Plan, Pop-punk yang Gemar ke Indonesia
Ketimbang band pop-punk lainnya, Simple Plan boleh dikata paling gemar ke Indonesia. Band yang angkat berkat debut album No Pad, No Helmet…Just Balls (2002) itu, telah dua kali manggung di depan penggemarnya di Jakarta. Bahkan, Pierre Bouvier, sang vokalis menyatakan akan kembali menggoyang Indonesia.
Lima pria Kanada berdarah Perancis ini, telah mengemas tiga album. Dua lainnya adalah Still Not Getting Any...(2004) dan Simple Plan (2008). Album kedua paling meledak dengan hits paling ngetop Shut Up!, diikuti Untitled, Welcome to My Life, Crazy, dan Perfect World.
Lagu-lagu itu termasuk yang dibawakan Bouvier bareng lead gitar Jeff Stinco yang kini plontos, Chuck Comeau (drum), Sebastien Lefebvre (ritem gitar) dan David Desrosiers (bass) ketika manggung sebagai band utama di hari pertama Jakarta Jamming yang digelar Java Musikindo pada Kamis (31/07). Lagu lainnya yang turut dibawakan I'd Do Anything, Addicted, Perfect dari album pertama dan tentunya hits dari album ketiga: When I'm Gone, Your Love Is a Lie, dan Save You.
Bouvier yang tampak makin gembul terus bergerak ketika bernyanyi. Loncat sana-sini serta tak lupa mengucapkan, “Terima kasih,” setiap selesai bernyanyi. Simple Plan tetap semangat, meski penampilannya kemarin tidak disaksikan sebanyak penonton pada konser pertama mereka di Jakarta pada 2005. o
Album Pop-Punk Wajib Dengar
Bagi penggemar musik cadas, sub-genre rock tentu bukanlah persoalan. Apapun jenis musik yang dimainkan, selama masih di pelataran rock, tentu layak disimak. Nah, pop-punk sebagai sub-genre rock telah menghasilkan sejumlah album yang terkategori ‘paten’. Karena itu wajib dengar karena tidak hanya memang mengasyikkan tetapi juga ke depan patut dimasukkan ke dalam ‘kotak legenda’.
Dookie (Green Day)
Butuh tiga album bagi Green Day untuk mendunia. Ya, Dookie (1994) merupakan album ketiga. Adalah Rob Cavallo, produser yang mendengarkan demo album Green Day di tape mobilnya dan langsung tertarik. Berkat Cavallo pula, Green Day beroleh kontrak major label, yakni dengan Reprise Records.
Cavallo langsung duduk sebagai produser yang mengarahkan Billie Joe Armstrong (gitar/vocal), Mike Dirnt (bass) dan Tre Cool (drum). Maka lahirlah hits, Longview, Basket Case, She, When I Came Around dan Welcome to Paradise.
Dookie menjadi album pop-punk terlaris hingga saat ini. Terjual sebanyak 65 juta keeping di seluruh dunia. Kalau sudah begitu, tak perlu diragukan lagi kan. Dookie pula yang menjadi fondasi album pop-punk yang maak bermunculan di awal 2000an.
Smash (The Offspring)
Come Out and Play kerap dinyanyikan banyak orang ketika album ini muncul di tahun 1994. Dengan gaya cuek khas band punk, Offspring melejit dari band sekolahan masuk ke jalur mainstream.
Tak hanya lagu itu yang jadi hits album Smash, karena masih ada Self Esteem dan Gotta Get Away. Dan jangan lupa dilupakan Something to Believe In dan So Alone. Inilah album Offspring paling ‘pure’ dibandingkan lainnya. Gitaran Noodles belum dicekoki tambahan macam-macam.
American Idiot (Green Day)
Green Day memang paling pas disebut sebagai ‘mbah’-nya pop-punk. Masih dengan produser Rob Cavallo, Billie Joe dan kawan-kawan coba melebarkan musikalitas mereka dan hasilnya mantap punya: American Idiot (2004). Selisih 10 tahun dengan Dookie, sungguh menghasilkan karya monumental di tengah kemiripan musik pop-punk.
Satu lagu dan lainnya yang berhubungan, membuat album ini tak ubahnya rock opera. Seperti karya monumental yang pernah dilahirkan The Who dengan album Tommy. American Idiot diganjar penghargaan Grammy sebagai album terbaik dan tembang Boulevard of Broken Dreams sebagai rekaman terbaik.
Sumber : http://kikisudrajat.blogspot.com
EmoticonEmoticon